http://www.rendernet.se/tomcat/rendernet/img/banner5.png HADITS NABI: Desember 2010

Minggu, 12 Desember 2010

TUGAS PEMBUATAN MAKALAH

PROGRAM PASKA SARJANA (S2)
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMAN
UNIVERSITAS SINGA PERBANGSA KARAWANG
Nama : Drs.H.M.Solihin

NPM : 1041173405051

Mata Kuliah: Manajemen Sumber Daya Manusia

Hari/Tanggal: Sabtu 11 Desember 2010

Tandatangan

BAB I
PENDAHULUAN

A.               Latar Belakang Masalah

Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak pernah mencapai 7-8 persen. Padahal, masalah pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai rata-rata 2,5 juta pertahun. Sehingga, setiap tahun pasti ada sisa pencari kerja yang tidak memperoleh pekerjaan dan menimbulkan jumlah pengangguran.di.Indonesia.bertambah.

Bayangkan, pada 1997, jumlah penganggur terbuka mencapai 4,18 juta. Selanjutnya, pada 1999 (6,03 juta), 2000 (5,81 juta), 2001 (8,005 juta), 2002 (9,13 juta) dan 2003 (11,35 juta). Sementara itu, data pekerja dan pengangguran menunjukkan, pada 2001: usia kerja (144,033 juta), angkatan kerja (98,812 juta), penduduk yang kerja (90,807 juta), penganggur terbuka (8,005 juta), setengah penganggur terpaksa (6,010 juta), setengah penganggur sukarela (24,422 juta); pada 2002: usia kerja (148,730 juta), angkatan kerja (100,779 juta), penduduk yang kerja (91,647 juta), penganggur terbuka (9,132 juta), setengah penganggur terpaksa (28,869 juta), setengah penganggur sukarela tidak diketahui jumlah pastinya. Hingga tahun 2002 saja telah banyak pengangguran, apalagi di tahun 2003 hingga 2007 pasti jumlah penggangguran semakin bertambah dan mengakibatkan kacaunya stabilitas perkembangan ekonomi Indonesia.

Banyaknya lulusan sekolah, baik lulusan Sekolah Menengah Pertama, maupun perguruan tinggi yang berorentasi kerja disatu pihak, dipihak lain terbatasnya kesempatan kerja disektor formal membuat daftar pencari kerja dan pengangguran semakin banyak.  akibatnya beban keluarga dan beban pemerintah semakin berat, sehingga kemiskinan semakin bertambah.

Jika suatu negara atau kabupaten tidak bisa menyikapi masalah pengangguran,  maka penumpukan pengangguran dan panjangnya daftar antrian para pencari kerja akan menjadi masalah tersendiri dan akan berdampak peningkatan jumlah kemiskinan sehingga beban Negara  semakin berat. Untuk itu, diperlukan adanya sistem yang baik yang harus dimiliki oleh setiap Negara dalam menangani masalah-masalah pengangguran.

Salah satu cara untuk menanggulangi pengangguran adalah merubah orentasi para pencari kerja mnjadi wira usaha, untuk itu diper program pendidikan dan latihan kewirausahaan.

Perlu disadari, bahwa perubahan orentasi itu hanya dapat dilakukan melalui penambahan pengetahuan dan pengalaman, pengetahuan hanya dapat diperoleh melalui pendidikan, sedangkan pengalaman hanya dapat diperoleh melalui latihan sehingga sudah menjadi kemutlakan agar orentasi para pencari kerja berubah menjadi mencari laba diperlukan pendidikan dan latihan kewirausahaan.

Melihat pentingnya sumber daya manusia dalam suatu negara atau kabupaten, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa manusia adalah aset yang paling penting dan berdampak langsung pada negara atau kabupaten tersebut dibandingkan dengan sumber daya-sumber daya lainnya. Karena manusia memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha mereka kepada negara atau kabupaten tersebut.

B.
Perumusan Masalah

Upaya Mengurangi  Pengangguran melalui Pendidikan Dan Pelatihan Kewira Usahaan adalah konsep pemecahan masalah dari rumusan masalah sebagai berikut:

1.
Masalah apa saja yang berkaitan dengan pengangguran ?
2.
Apa peran Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Karawang dalam mesalah ketenaga kerjaan ?
3.
Program DIKLAT apa saja yang tersedian di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Karawang ?
4.
Bagaimana penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ketenaga kerjaan yang disamping untuk menyediakan tenaga kerja professional juga ditujukan untuk menciptakan wirausaha baru ?
5.
Bagaimana upaya Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Karawang dalam penanganan tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja ?
6.
Adakah program Dinas Ketenaga Kabupaten Karawang yang terfokus khusus untuk melakukan perubahan orentasi para pencari kerja menjadi pengusaha ?
7.
Upaya apa yang dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam penanggulangan pengangguran ?

C.
Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan makalah ini disamping untuk memenuhi kewajiban tugas belajar, juga dimaksudkan untuk mengetahui hal=-hal sebagai berikut:

1.
Mengtahui masalah-masalah yang berkaitan dengan ketenaga kerjaan dan pengangguran.
2.
Mengetahui program dinas ketenaga kerjaan di Kabupaten Karawang.
3.
Mengetahui kekhususan program penanggulangan pengangguran.
4.
Mengetahui peran serta Lembaga Swadaya Masyarakat  (Lembaga Non Pemerintah) dalam penanggulangan pengangguran.

D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Praktis

a.
Bagi penulis untuk memperoleh pengalaman dan meningkatkan serta menambah wawasan penulis dalam ilmu pengetahuan dan pemahaman penulis tentang sumber daya manusia

b.
Sebagai masukan bagi Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Karawang, tentang pentingnya merubah orentasi para pencara kerja menjadi pengusaha.

c.
Bagi lembaga akademik diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan ilmu manajemen serta sebagai dasar untuk penelitian yang relevan selanjutnya.
2.
Manfaat Teoritis

a.
Sebagai bahan pembanding antara teori yang didapat di bangku kuliah dengan fakta yang ada di lapangan.

b.
Tugas pembuatan makalah ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dibidang penelitian yang sejenis dan sebagai pengembangan lebih lanjut.

E.       Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan garis besar penyusunan tugas pembuatan makalah yang bertujuan untuk memudahkan jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan isi dari makalah ini. Adapun sistematika penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut :

1.
Bagian Pengantar Tugas pembuatan makalah meliputi Judul makalah, dan arah penulisan.

2.
Bagian Utama Tugas Akhir meliputi :


BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini berisi tentang Pengertian pengangguran, Pengertian pendidikan dan pelatihan, Prinsip-prinsip Pendidikan Dan Pelatihan yang meliputi Pengertian Pendidikan Dan Pelatihan, Tujuan Dan Manfaat Pendidikan Dan Pelatihan, Tahap-tahap Pendidikan Dan Pelatihan, Proses Pendidikan Dan Pelatihan, Metode Pendidikan Dan Pelatihan, Evaluasi Pendidikan Dan Pelatihan, Kendala-kendala Pelaksanaan Pendidikan Dan Pelatihan.


BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang Lokasi Penelitian, Sumber dan Jenis Data, Operasional Konsep, Metode Pengumpulan Data, dan Metode Analisis Data.


BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas hasil penelitian dan pembahasan.


BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi Kesimpulan dan Saran
3.
Bagian dari Tugas pembuatan makalah ini meliputi Daftar Pustaka dan Lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar secara sosial dalam ekonomi. Di negara-negara berkembang, upaya-upaya pembangunan diarahkan pada perbaikan tingkat hidup, harga diri dan kebebasan, dengan dimensi pembangunan yang berorientasi pada pengentasan keterbelakangan dalam bentuk kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan (Suryana, 2000).

Dari total jumlah penduduk hanya sebagian yang bekerja, dan sebagian lainnya tidak bekerja. Mereka yang bekerja adalah mereka yang berminat untuk bekerja, telah berusaha mencari atau menciptakan pekerjaan, dan berhasil mendapatkan atau mengembangkan pekerjaan. Sedangkan mereka yang tidak bekerja adalah mereka yang sedang berusaha mendapatkan atau mengembangkan pekerjaan tetapi belum berhasil, dan mereka yang berniat untuk tidak bekerja. Mereka yang ingin bekerja, sedang berusaha mendapatkan (mengembangkan) pekerjaan tetapi belum berhasil mendapatkannya (menemukannya) disebut pengangguran. Istilah pengangguran (unemployment) tidak berkaitan dengan mereka yang berniat untuk tidak bekerja seperti siswa atau mahasiswa (sekalipun ada yang sambil bekerja atau berusaha mencari pekerjaan sambil sekolah atau kuliah, mereka diasumsikan tidak mencari pekerjaan), ibu rumah tangga yang sengaja memfokuskan diri untuk mengurus keluarga, atau penduduk usia kerja yang karena kondisi fisik mereka tidak dapat bekerja sehingga tidak mencari kerja (Djohanputro, 2006).

A.   Definisi Dan Pengertian Pengangguran


Definisi pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensi waktu tertentu, yaitu pada usia angkatan kerja yang tidak bekerja, baik dalam arti mendapatkan upah atau bekerja mandiri, kemudian mencari pekerjaan, dalam arti mempunyai kegiatan aktif dalam mencari kerja tersebut. Selain definisi di atas masih banyak istilah arti definisi pengangguran diantaranya:


Definisi pengangguran menurut Sadono Sukirno
Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam  angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya .


Definisi pengangguran menurut Payman J. Simanjuntak
Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.
Definisi pengangguran berdasarkan istilah umum dari pusat dan latihan tenaga  kerja Pengangguran adalah orang yang tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang  menghasilkan uang meskipun dapat dan mampu melakukan kerja.


Definisi pengangguran menurut Menakertrans
Pengangguran adalah ornag yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha baru, dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.


Menurut penulis. Pengangguran adalah orang yang tidak mendapatkan pengasilan, baik berupa gaji maupun laba usaha.

B.
Rumus Menghitung Tingkat Pengangguran

Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dari prosentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkaran kerja. Tingkat Pengangguran = Jml Yang Nganggur / Jml Angkatan Kerja x 100%

C.
Pengelompokan Pengangguran
Pengangguran merupakan salah satu persoalan dalam pembangunan. Menurut Sukirno (1994) terdapat beberapa cara pengelompokan pengangguran. Pengangguran dapat dikelompokkan menurut sumber atau penyebab pengangguran. Menurut cara ini terdapat empat jenis pengangguran yaitu:

1.
Pengangguran friksional (frictional unemployment)
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi antara pencari kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan. Para penganggur ini tidak ada pekerjaan bukan karena tidak dapat memperoleh pekerjaan, tetapi karena sedang mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Dalam perekonomian yang berkembang pesat, jumlah pengangguran rendah dan pekerjaan mudah diperoleh. Sedangkan pengusaha sulit memperoleh pekerja. Untuk itu pengusaha menawarkan gaji yang lebih tinggi. Hal inilah yang akan mendorong para pekerja untuk meninggalkan pekerjaannya yang lama dan mencari kerja baru yang lebih tinggi gajinya atau lebih sesuai dengan keahliannya. Dalam proses mencari pekerjaan baru ini untuk sementara para pekerja tersebut tergolong sebagai penganggur.

2.
Pengangguran siklikal (cyclical unemployment)

Pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan dalam tingkat kegiatan perekonomian. Perekonomian tidak selalu berkembang dengan teguh. Adakalanya permintaan agregat lebih tinggi, dan hal ini mendorong pengusaha menaikkan produksi untuk itu lebih banyak pekerja baru digunakan dan pengangguran berkurang. Akan tetapi pada masa lainnya permintaan agregat mengalami penurunan. Kemunduran ini menimbulkan efek kepada perusahaan-perusahaan lain yang mempunyai hubungan juga akan mengalami kemerosontan dalam permintaan terhadap produksinya. Kemerosotan permintaan agregat ini mengakibatkan perusahaa-perusahaan mengurangi pekerja atau menutup perusahaannya, maka pengangguran akan bertambah.

3.
Pengangguran struktural (structural unemployment)

Pengangguran struktural adalah pengangguran yang akibatkan oleh perubahan struktur kegiatan ekonomi. Tidak semua industri dan perusahaan dalam perekonomian akan terus berkembang maju sebagian akan mengalami kemunduran. Kemerosotan ini ditimbulkan oleh salah satu atau beberapa faktor yaitu munculnya barang baru yang lebih baik, kemajuan teknologi mengurangi permintaan atas barang tersebut, biaya pengeluaran sudah sangat tinggi dan tidak mampu bersaing, dan ekspor produksi industri sangat menurun karena persaingan yang lebih serius dari negara-negara lain. Kemerosotan itu akan menyebabkan kegiatan produksi dalam industri tersebut menurun, dan sebagian pekerja terpaksa diberhentikan dan menjadi penganggur.

4.
Pengangguran teknologi

Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang ditimbulkan oleh penggunaan mesin dan kemajuan teknologi lainnya. Contohnya racun rumput telah mengurangi penggunaan tenaga kerja untuk membersihkan perkebunan, sawah dan lahan pertanian lainnya. Begitu juga mesin telah mengurangi kebutuhan tenaga kerja untuk membuat lubah, memotong rumput, membersihkan kawasan, dan memungut hasil. Di pabrik ada kalanya robot telah menggantikan kerja-kerja manusia.
Pengangguran dapat juga dikelompokkan menurut ciri pengangguran yang berlaku.

Menurut cara ini terdapat empat jenis pengangguran yaitu:
1.
Pengangguran terbuka

Pengangguran terbuka adalah pengangguran yang terjadi karena pertambahan lowongan pekerjaan lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja. Akibatnya dalam perekonomian semakin banyak jumlah tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan. Efek dari keadaan ini dalam jangka panjang mereka tidak melakukan suatu pekerjaan. Mereka menganggur secara nyata dan sepenuh waktu. Pengangguran terbuka dapat pula dikarenakan kegiatan ekonomi yang menurun, kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga manusia, atau akibat kemunduran perkembangan suatu industri.

2.
Penganggur tersembunyi.

Pengangguran tersembunyi adalah pengangguran yang terjadi karena terlalu banyaknya tenaga kerja untuk satu unit pekerjaan, padahal dengan mengurangi tenaga kerja sampai jumlah tertentu tidak akan mengurangi jumlah produksi. Pengangguran ini terutama terjadi di sektor pertanian atau jasa. Setiap kegiatan ekonomi memerlukan tenaga kerja, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan tergantung kepada banyak faktor. Faktor yang perlu dipertimbangkan adalah besar atau kecilnya perusahaan, jenis kegiatan perusahaan, mesin yang digunakan dan tingkat produksi yang dicapai. Di banyak negara berkembang seringkali didapati jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi lebih banyak dari yang sebenarnya diperlukan agar ia dapat menjalankan kegiatannya dengan efisien. Kelebihan tenaga kerja yang digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi. Contohnya keluarga petani dengan anggota keluarga yang besar mengerjakan luas tanah yang sangat sempit. Contoh lain pengangguran tersembunyi adalah orang yang melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginannya atau tidak sepadan dengan kemampuannya.

3.
Pengangguran musiman.

Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi pada waktu-waktu tertentu di dalam satu tahun. Bentuk pengangguran terutama terjadi di sektor pertanian dan perikanan. Biasanya pengangguran seperti itu berlaku pada waktu-waktu di mana kegiatan bercocok tanam sedang menurun kesibukannya. Waktu di antara menuai dan masa menanam berikutnya dan periode di antara sesudah menanam bibit dan masa menuai hasilnya adalah masa yang kurang sibuk dalam kegiatan pertanian. Pada periode tersebut banyak di antara para petani dan tenaga kerja di sektor pertanian tidak melakukan suatu pekerjaan. Berarti mereka sedang dalam keadaan menganggur. Jenis pengangguran ini hanya sementara saja, dan berlaku dalam waktu-waktu tertentu.

4.
Setengah menganggur (under employment)

Kelebihan penduduk di sektor pertanian di negara-negara berkembang disertai pertambahan penduduknya yang cepat telah menimbulkan percepatan dalam proses urbanisasi. Salah satu tujuan dari urbanisasi tersebut adalah untuk mencari pekerjaan di kota-kota. Tidak semua orang yang hijrah ke kota-kota dapat memperoleh pekerjaan. Banyak di antara mereka yang terpaksa menganggur sepenuh waktu. Disamping itu ada pula yang tidak menganggur, tetapi tidak pula bekerja sepenuh waktu, dan jam kerja mereka lebih rendah dari jam kerja normal. Mereka mungkin hanya bekerja satu hingga dua hari seminggu, atau satu hingga empat jam sehari.

D.
Masalah Pengangguran

Pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.   

Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah- masalah sosial lainnya.

Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.   Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.

Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi  merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban  keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.

Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota keluarganya.

 Dalam pembangunan Nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung.

Kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.

Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP), Mengingat  70 persen penganggur didominasi oleh kaum muda, maka diperlukan  penanganan khusus secara terpadu program aksi penciptaan dan perluasan  kesempatan kerja khusus bagi kaum muda oleh semua pihak.

Berdasarkan kondisi diatas perlu dilakukan Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP) dengan mengerahkan semua unsur- unsur dan potensi di tingkat nasional dan daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi serta melaksanakan program penanggulangan pengangguran. Salah satu tolok ukur kebijakan nasional dan regional haruslah keberhasilan dalam perluasan kesempatan kerja atau penurunan pengangguran dan setengah pengangguran.

Gerakan tersebut dicanangkan dalam satu Deklarasi GNPP yang diadakan di Jakarta 29 Juni 2004. Lima orang tokoh dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perwakilan pengusaha, perwakilan perguruan tinggi, menandatangani deklarasi tersebut, merekaadalah Gubernur Riau H.M. Rusli Zainal; Walikota Pangkal Pinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung H. Zulkarnaen Karim; Palgunadi; T. Setyawan,ABAC; pengusaha; DR. J.P. Sitanggang, UPN Veteran Jakarta; Bambang Ismawan, Bina Swadaya, LSM; mereka adalah sebagian kecil dari para tokoh yang memandang masalah ketenagakerjaan di Indonesia harus segera ditanggulangi oleh segenap komponen bangsa.

Menurut para deklarator tersebut, bahwa GNPP ini dimaksudkan untuk membangun kepekaan dan kepedulian seluruh aparatur dari pusat ke daerah, serta masyarakat seluruhnya untuk berupaya mengatasi pengangguran.

Dalam deklarasi itu ditegaskan, bahwa untuk itu, sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebaiknya segera dibentuk Badan Koordinasi Perluasan Kesempatan Kerja.

Kesadaran dan dukungan sebagaimana diwujudkan dalam kesepakatan GNPP tersebut, menunjukan suatu kepedulian dari segenap komponen bangsa terhadap masalah ketenagakerjaan, utamanya upaya penanggulangan pengangguran. Menyadari bahwa upaya penciptaan kesempatan kerja itu bukan semata fungsi dan tanggung jawab Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan tetapi merupakan tanggung jawab kita semua, pihak pemerintah baik pusat maupun daerah, dunia usaha, maupun dunia pendidikan. Oleh karena itu, dalam penyusunan kebijakan dan program masing-masing pihak, baik pemerintah maupun swasta harus dikaitkan dengan penciptaan kesempatan kerja yang seluas-luasnya.

Sementara itu dalam Raker dengan Komisi VII DPR-RI 11 Februari 2004 yang lalu, Menakertrans Jacob Nuwa Wea dalam penjelasannya juga berkesempatan memaparkan konsepsi penanggulangan pengangguran di Indonesia, meliputi keadaan pengangguran dan setengah pengangguran; keadaan angkatan kerja; dan keadaan kesempatan kerja; serta sasaran yang akan dicapai. Dalam konteks ini kiranya paparan tersebut masih relevan untuk diinformasikan.

Dalam salah satu bagian paparannya Menteri menyebutkan, bahwa  pembukaan UUD 1945 mengamanatkan: “… untuk membentuk suatu  Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa …”. Selanjutnya secara lebih konkrit pada Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa : ” tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ” dan pada Pasal 28 D ayat (2) menyatakan bahwa:” Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Hal ini berarti, bahwa secara konstitusional, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pekerjaan dalam jumlah yang cukup, produktif dan remuneratif.. Kedua Pasal UUD 1945 ini perlu menjadi perhatian bahwa upaya-upaya penanganan pengangguran yang telah dilaksanakan selama ini masih belum memenuhi harapan, serta mendorong segera dapat dirumuskan Konsepsi Penanggulangan Pengangguran.

Selanjutnya Menakertrans menyatakan, Depnakertrans dengan mengikut sertakan pihak-pihak terkait sedang menyusun konsepsi penanggulangan pengangguran. Dalam proses penyusunan ini telah dilakukan beberapa kali pembahasan di lingkungan Depnakertrans sendiri, dengan Tripartit secara terbatas (Apindo dan beberapa Serikat Pekerja); dan juga pembahasan dengan beberapa Departemen dan Bappenas. ” Memperhatikan kompleksnya permasalahan pengangguran, disadari bahwa penyusunan konsepsi tersebut masih perlu didiskusikan dan dikembangkan lebih lanjut dengan berbagai pihak yang lebih luas, antara lain sangat dibutuhkan masukan dan dukungan sepenuhnya dari Anggotra DPR-RI yang terhormat khususnya Komisi VII; masih memerlukan waktu dan dukungan biaya sehingga pada akhirnya dapat dirumuskan suatu Konsepsi Penanggulangan Pengangguran di Indonesia yang didukung oleh seluruh komponen masyarakat”, tutur Menteri Jacob Nuwa Wea.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pertumbuhan ekonomi 6 persen, yang berlangsung selama enam bulan sejak triwulan IV tahun 2004 hingga triwulan I tahun 2005, sebagai pertumbuhan tidak berkualitas karena tak mampu menekan pengangguran yang malah naik 10,3 persen.

Pertumbuhan ekonomi itu dinilai semu karena kesejahteraan masyarakat tidak semakin membaik. Hal itu tercermin dari munculnya kasus busung lapar di beberapa lokasi.

Direktur Utama Indef M Fadhil Hasan mengungkapkan hal tersebut saat memublikasikan Kajian Tengah Tahun 2005 di Jakarta, Rabu (3/8). ”Ini merupakan anomali dalam perekonomian Indonesia,” ungkap Fadhil menjelaskan.

Menurut dia, pertumbuhan semu itu terjadi karena kontribusi penggerak ekonomi pada periode tersebut lebih disebabkan oleh berlangsungnya penurunan impor sehingga ekspor bersih Indonesia seolah-olah membaik. Pada triwulan I 2005 nilai impor menurun sebesar 0,49 persen dibandingkan dengan impor triwulan IV tahun 2004. konteks ASEAN, meluasnya situasi seperti itu jelas sangat mengkhawatirkan dan sungguh memerlukan kewaspadaan.

Dari sudut pandang tersebut Kepala Negara mengajak para menteri tenaga kerja ASEAN untuk menyimak lebih dekat persoalan ketenagakerjaan di kawasan ASEAN. Presiden memahami pemulihan ekonomi yang besar peranannya dalam penciptaan lapangan kerja akan sangat berkaitan dengan kebijakan di banyak aspek, seperti fiskal, investasi, pembiayaan dan perbankan, hukum dan keamanan. Sejak lebih dari tiga dasawarsa yang lalu, kata Megawati, para pendahulu ASEAN telah bekerja keras membangun dasar-dasar kerjasama dan solidaritas bangsa-bangsa di kawasan ini, dengan keyakinan bahwa hanya dengan stabilitas politik dan keamanan di kawasan masing- masing dapat membangun kehidupan yang sejahtera dan maju.

Dengan perkembangan dan kemajuan yang dialami saat ini, bangsa- bangsa dan negara ASEAN telah semakin berubah menjadi masyarakat besar yang kian terbuka. Sekecil apa pun perkembangan negatif yang terjadi di suatu negara akan menjalar dan memberi pengaruh terhadap bangsa-bangsa lainnya di kawasan. Presiden menggambarkan di Indonesia bahwa pemerintahannya baru saja selesai memperbaiki pengaturan mengenai perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja terutama soal pengupahan, jaminan sosial, PHK ataupun mekanisme tripartit dan lain-lainnya dalam rangka penyeimbangan  antara  hak  dan  kewajiban  tenaga  kerja  dan  pemberi  kerja.

 Presiden juga memberikan gambaran tentang ragam dan tingkat kesulitan yang harus diatasi hampir oleh setiap negara anggota ASEAN dalam lima tahun terakhir ini. Menurut Presiden, ada yang telah selesai menormalisasi keadaan dan mulai bangkit lagi, ada yang sudah pada tahap akhir pemulihan, tetapi ada juga yang masih harus bergulat dengan banyak persoalan baik yang lama ataupun yang belakangan timbul sebagai dampak dari persoalan itu sendiri. "Akhir-akhir ini jerih payah tadi malah mulai tampak memudar atau malah tertimbun oleh kesulitan baru yang bersumber dari ancaman terorisme ataupun wabah penyakit,” kata Megawati. Pertemuan Menaker ke-17 tersebut akan berlangsung hingga 9 Mei 2003.Indonesia sebelumnya pernah menjadi tuan rumah untuk pertemuan serupa yang pertama dan yang ketujuh. Sedangkan pertemuan ke-16 tahun 2002 berlangsung di Laos, dan pertemuan ke 18 tahun 2004 direncanakan berlangsung di Brunei, tetapi belum diputuskan.

Pengangguran di Indonesia sudah menjadi ancaman di ASEAN mengingat kontribusi Indonesia pada angka pengangguran di kawasan Asia Tenggara itu sudah mencapai 60 persen.

Wakil Sekjen Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) , Haryono Darudono, di Medan, Jumat, mengatakan, tingginya pengangguran menunjukkan Indonesia tidak menarik bagi investor sebagai tempat investasi yang berakibat pada tidak berjalannya sektor riil. Menurut dia, tidak menariknya Indonesia sebagai tempat investasi karena dipicu banyak hal mulai dari infrastruktur yang tidak memadai hingga birokrasi perizinan.yang.masih.berbelit. "Bagaimana investor baru mau masuk atau pengusaha mengembangkan investasinya kalau listrik dan gas sulit didapat seperti saat ini," katanya di sela- sela.rapat.tahunan.Apindo.Sumut.
Dia tidak merinci data pengangguran di Asean, tapi di Indonesia disebutkan sekitar 40 jutaan bahkan lebih karena tahun ini jumlahnya semakin bertambah menyusul banyaknya industri yang melakukan PHK menyusul kesulitan.gas.dan.listrik.  "Pemerintah diharapkan melakukan tindakan nyata untuk mengtasi angka pengangguran itu karena pengangguran itu berdampak luas seperti kepada tingginya.tingkatan.kriminilitas,"katanya.

E.
Definisi Pendidikan


Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi

Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri.


Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warganegara

Pendidikan sebagai penyiapan warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.


Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja

Pendidikan sebagai penyimpana tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.


Definisi Pendidikan Menurut GBHN

GBHN 1988(BP 7 pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasiaonal yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk memingkatkan kecerdasan serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.


Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, Pendidikan berasal dari kata"didik", Lalu kata ini mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi"mendidik" artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.


Menurut bahasa Yunani : pendidikan berasal dari kata "Pedagogi"yaitu kata "paid" artinya "anak" sedangkan "agogos" yang artinya membimbing "sehingga " pedagogi" dapat di artikan sebagai "ilmu dan seni mengajar anak".


Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.


Wikipedia,  Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.


Dari pernyataan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

E.
Pengertian Pelatihan


Pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga nonmanajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.


Pelatihan adalah proses melatih; kegiatan atau pekerjaan (KBBI edisi 2, Balai Pustaka, 1989) Pelatihan mempersiapkan peserta latihan untuk mengambil jalur  tindakan tertentu yang dilukiskan oleh teknologi dan organisasi tempat bekerja, dan membantu peserta memperbaiki prestasi dalam kegiatannya terutama mengenai pengertian dan keterampilan. (Rolf P. Lynton dan Udai Pareek--Pelatihan dan Pengembangan Tenaga Kerja, Pustaka Binaman Jakarta 1998)


Menurut Gomes (1997 : 197), “Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki prestasi kerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya. Idealnya, pelatihan harus dirancang untuk mewujudkan tujuan – tujuan organisasi, yang pada waktu bersamaan juga mewujudkan tujuan – tujuan para pekerja secara perorangan. Pelatihan sering dianggap sebagai aktivitas yang paling umum dan para pimpinan mendukung adanya pelatihan karena melalui pelatihan, para pekerja akan menjadi lebih trampil dan karenanya akan lebih produktif sekalipun manfaat – manfaat tersebut harus diperhitungkan dengan waktu yang tersita ketika pekerja sedang dilatih” .


Pelatihan menurut Gary Dessler (1997 : 263) adalah “Proses mengajarkan karyawan baru atau  yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”. Sedangkan menurut John R. Schermerhorn, Jr (1999 : 323), pelatihan merupakan “Serangkaian aktivitas yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan dan meningkatkan ketrampilan yang berkaitan dengan pekerjaan”.


Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia perhotelan. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya. 


Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia perhotelan. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya. 


Menurut Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.


Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja.


Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich sebagai “usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera”. Selanjutnya, sehubungan dengan definisinya tersebut, Ivancevich (2008) mengemukakan sejumlah butir penting yang diuraikan di bawah ini: Pelatihan (training) adalah “sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi”. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya.


Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.

F.         Tujuan Pelatihan

Menurut Moekijat (1991:55) tujuan umum dari pada pelatihan adalah:
1.
Untuk mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif.
2.
Untuk mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.
3.
Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kerja sama dengan teman-teman pegawai dan pimpinan.

Menurut Carrell dan Kuzmits (1982 : 278), tujuan utama pelatihan dapat
dibagi menjadi 5 area:
1.
Untuk meningkatkan ketrampilan karyawan sesuai dengan perubahan teknologi.
2.
 Untuk mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten.
3.
Untuk membantu masalah operasional.
4.
Untuk menyiapkan karyawan dalam promosi.
5.
Untuk ember orientasi karyawan untuk lebih mengenal organisasinya.

Menurut Procton dan Thornton (1983 : 4) menyatakan bahwa tujuan
pelatihan adalah:
1.
Untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan bisnis dan
operasional-operasional industri sejak hari pertama masuk kerja.
2.
 Memperoleh kemajuan sebagai kekuatan yang produktif dalam
perusahaan dengan jalan mengembangkan kebutuhan ketrampilan,
pengetahuan dan sikap.

Pada umumnya disepakati paling tidak terdapat tiga bidang kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan proses manajemen Hersey dan Blanchart (1992: 5) yaitu :
a.
Kemampuan teknis (technical and skill), kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tertentu yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan dan training.
b.
Kemampuan sosial (human atau social skill), kemampuan dalam bekerja dengan melalui orang lain, yang mencakup pemahaman tentang motivasi dan penerapan kepemimpinan yang efektif.
c.
Kemampuan konseptual (conceptual skill) yaitu:kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang gerak unit kerja masing-masing ke dalam bidang operasi secara menyeluruh. Kemampuan ini memungkinkan seseorang bertindak selaras dengan tujuan organisasi secara menyeluruh dari pada hanya atas dasar tujuan kebutuhan keluarga sendiri.

Tujuan-tujuan tersebut diatas tidak dapat dilaksanakan atau dicapai, kecuali apabila pimpinan menyadari akan pentingnya latihan yang sistematis dan karyawan-karyawan sendiri percaya bahwa mereka akan memperoleh keuntungan. Tujuan pengembangan pegawai jelas bermanfaat atau berfungsi baik bagi organisasi maupun karyawan sendiri.

G.        Alasan Pentingnya Diadakan Pelatihan

Menurut Hariandja (2002 : 168), ada beberapa alasan penting untukmengadakan pelatihan, yaitu:
a.
Karyawan yang baru direkrut sering kali belum memahami secara benar bagaimana melakukan pekerjaan.
b.
Perubahan – perubahan lingkungan kerja dan tenaga kerja. Perubahan – perubahan disini meliputi perubahan – perubahan dalam teknologi proses seperti munculnya teknologi baru atau munculnya metode kerja baru. Perubahan dalam tenaga kerja seperti semakin beragamnya tenaga kerja yang memiliki latar belakang keahlian, nilai, sikap yang berbeda yang memerlukan pelatihan untuk menyamakan sikap dan perilaku mereka terhadap pekerjaan.
c.
Meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki produktivitas. Saat ini daya saing perusahaan tidak bisa lagi hanya dengan mengandalkan aset berupa modal yang dimiliki, tetapi juga harus sumber daya manusia yang menjadi elemen paling penting untuk meningkatkan daya saing sebab sumber daya manusia merupakan aspek penentu utama daya saing yang langgeng.
d.
Menyesuaikan dengan peraturan – peraturan yang ada, misalnya standar pelaksanaan pekerjaan yang dikeluarkan oleh asosiasi industri dan pemerintah, untuk menjamin kualitas produksi atau keselamatan dan kesehatan kerja.

H.        Teknik-Teknik Pelatihan

Program latihan menurutHandoko (1995:110) dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategori pokok program latihan manajemen:

a.
Metode praktis.

Teknik-teknik “on the job trainning” merupakan metode latihan yang paling banyak digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan yang baru dengan supervisi langsung, seorang “pelatih” yang berpengalaman. Berbagai macam teknik ini yang biasa digunakan dalam praktek adalah sebagai berikut:
1.
Rotasi jabatan merupakan latihan dengan memberikan kepada karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda dan praktek berbagai macam ketrampilan manajerial.
2.
Latihan instruksi pekerjaan merupakan latihan dengan memberikan petunjuk-petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan dan digunakan terutama untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan sekarang.
3.
Magang merupakan latihan dengan memberikan proses belajar dari seorang atau beberapa orang yang telah berpengalaman.
Pendekatan itu dapat dikombinasikan dengan latihan “off job trainning”. Hampir semua karyawan pengrajin (care off), seperti tukang kayu dan ahli pipa atau tukang ledeng, dilatih dengan program-program magang formal. Aksestensi dan internship adalah bentuk lain program magang.
4
Pengarahan merupakan latihan dengan penyelia atau atasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam pelaksanaan kerja rutin mereka. Hubungan penyelia dan karyawan sehingga bawahan serupa dengan hubungan kotor-mahasiswa.
5.
Penugasan sementara merupakan latihan dengan memberikan penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan.

b.
Metode simulasi.

Dengan metode ini karyawan peserta latihan representasi tiruan (artificial). Suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya. Diantara metode-metode simulasi yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut:
1.
Metode Studi Kasus.

Deskripsi tertulis suatu situasi pengambilan keputusan nyata disediakan. Aspek organisasi terpilih diuraikan pada lembar kasus.Karyawan yang terlibat dalam tipe latihan ini diminta untuk mengidentifikasikan masalah-masalah, menganalisa situasi dan merumuskan penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode kasus, karyawan dapat mengembangkan ketrampilan pengambilan keputusan.
2.
Permainan Rotasi Jabatan.

Teknik ini merupakan suatu peralatan yang memungkinkan para karyawan (peserta latihan) untuk memainkan berbagai peranan yang berbeda. Peserta ditugaskan untuk individu tertentu yang digambarkan dalam suatu periode dan diminta untuk menanggapi para peserta lain yang berbeda perannya. Dalam hal ini tidak ada masalah yang mengatur pembicaraan dan perilaku. Efektifitas metode ini sangat bergantung pada kemampuan peserta untuk memainkan peranan (sedapat mungkin sesuai dengan realitas) yang ditugaskan kepadanya. Teknik role playing dapat mengubah sikap peserta seperti misal menjadi lebih toleransi terhadap perbedaan individual, dan mengembangkan ketrampilan, ketrampilan antar pribadi (interpersonal skill).
3.
Permainan Bisnis.

Bussiness (management) game adalah suatu simulasi pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan kehidupan bisnis nyata. Permainan bisnis yang komplek biasanya dilakukan dengan bantuan komputer untuk mengerjakan perhitungan-perhitungan yang diperlukan. Permaianan di sistem dengan aturan-aturan tentunya yang diperoleh dari teori ekonomi atau dari study operasi-operasi bisnis atau industri secara terperinci. Para peserta memainkan “game” dengan memutuskan harga produk yang akan dipasarkan, berapa besar anggaran penjualan, siapa yang akan ditarik dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk melatih parakaryawan (atau manajer) dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasi-operasi perusahaan.
4.
Ruang Pelatihan

Agar program latihan tidak mengganggu operasi-operasi normal, organisasi menggunakan vestibule trainning. Bentuk latihan ini bukan dilaksanakan oleh atasan (penyelia), tetapi oleh pelatih-pelatih khusus. Area-area yang terpisah dibangun dengan berbagai jenis peralatan sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya.
5.
Latihan Laboratorium.

Teknik ini adalah suatu bentuk latihan kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antar pribadi. Salah satu bentuk latihan laboratorium yang terkenal adalah latihan sensitivitas dimana peserta belajar menjadi lebih sensitif (peka) terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Latihan ini berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab pekerjaan diwaktu yang akan datang.
6.
Program-program pengembangan eksekutif.

Program-program ini biasanya diselenggarakan di Universitas atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Organisasi bisa mengirimkan para karyawannya untuk mengikuti paket-paket khusus yang ditawarkan ; atau bekerjasama dengan suatu lembaga pendidikan untuk menyelenggarakan secara khusus suatu bentuk penataran, pendidikan atau latihan sesuai kebutuhan organisasi.

I.          Manfaat Pelatihan

Manullang (1990:47) memberikan batasan tentang manfaat nyata yang dapat diperoleh dengan adanya program pelatihan yang dilaksanakan oleh organisasi/perusahaan terhadap karyawannya, yaitu sebagai berikut:
a. Meningkatkan rasa puas karyawan.
b. Pengurangan pemborosan.
c. Mengurangi ketidakhadiran dan turn over karyawan.
d. Memperbaiki metode dan sistem kerja.
e. Menaikkan tingkat penghasilan.
f. Mengurangi biaya-biaya lembur.
g. Mengurangi biaya pemeliharaan mesin-mesin.
h. Mengurangi keluhan-keluhan karyawan.
i. Mengurangi kecelakaan kerja.
j. Memperbaiki komunikasi.
k. Meningkatkan pengetahuan karyawan
l. Memperbaiki moral karyawan.
m.
Menimbulkan kerja sama yang lebih baik.

Manfaat lain yang diperoleh dari latihan kerja yang dilaksanakan oleh setiap organisasi perusahaan menurut Soeprihanto (1997:24) antara lain:
1.
Kenaikan produktivitas.

Kenaikan produktivitas baik kualitas maupun kuantitas. Tenaga kerja dengan program latihan diharapkan akan mempunyai tingkah laku yang baru, sedemikian rupa sehingga produktivitas baik dari segi jumlah maupun mutu dapat ditingkatkan.
2.
Kenaikan moral kerja.

Apabila penyelenggara latihan sesuai dengan tingkat kebutuhan yang ada dalam organisasi perusahaan, maka akan tercipta suatu kerja yang harmonis dan semangat kerja yang meningkat.
3.
Menurunnya pengawasan.

Semakin percaya pada kemampuan dirinya, maka dengan disadarinya kemauan dan kemampuan kerja tersebut, para pengawas tidak terlalu dibebani untuk setiap harus mengadakan pengawasan.
4.
Menurunnya angka kecelakaan.

Selain menurunnya angka pengawasan, kemauan dan kemampuan tersebut lebih banyak menghindarkan para pekerja dari kesalahan dan kecelakaan.
5.
Kenaikan stabilitas dan fleksibilitas tenaga kerja.

Stabilitas disini diartikan dalam hubungan dengan pergantian sementara karyawan yang tidak hadir atau keluar.
6.
Mengembangkan pertumbuhan pribadi.

Pada dasarnya tujuan perusahaan mengadakan latihan adalah untuk memenuhi kebutuhan organisasi perusahaan, sekaligus untuk perkembangan atau pertumbuhan pribadi karyawan.

Komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Mangkunegara (2005) terdiri dari :
1.
Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat di ukur.
2.
Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai (profesional)
3.
Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai.
4.
Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.

Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan dan pengembangan meliputi : (1) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan / need assesment; (2) menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan; (3) menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya; (4) menetapkan metode pelatihan; (5) mengadakan percobaan (try out) dan revisi; dan (6) mengimplementasikan dan mengevaluasi.

J.
Prinsip-prinsip Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dimaksudkan untuk membina kemampuan atau mengembangkan kemampuan berfikir para pegawai, meningkatkan kemampuan mengeluarkan gagasan-gagasan para pegawai sehingga mereka dapat menunaikan tugas kewajibannya dengan sebaik-baiknya (Widjaja, 1995 : 75).

Pendidikan adalah proses pengembangan sumber daya manusia (Susilo Martoyo, 1994:56).

Pelatihan lebih mengembangkan keterampilan teknis sehingga pegawai dapat menjalankan pekerjaan sebaik-baiknya. Latihan berhubungan langsung dengan pengajaran tugas pekerjaan (Widjaja, 1995 : 75).

Pengertian pelatihan menurut Wursanto (1989:60) adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh manajemen kepegawaian dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kecakapan, keterampilan, keahlian dan mental para pegawai dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah proses ember bantuan kepada pegawai atau calon pegawai atau calon pengusaha agar memiliki efektivitas dalam pekerjaannya yang sekarang maupun di kemudian hari, dengan jalan mengembangkan pada dirinya kebiasaan berfikir dan bertindak, keterampilan, pengetahuan, sikap serta pengertian yang tepat untuk melaksanaan tugas dan pekerjaannya.

K.
Tahap-tahap Pendidikan Dan Pelatihan

Menurut Barnardin dan Russell dalam Sulistiyani (2003:178), menyatakan bahwa program pelatihan mempunyai tiga tahap aktivitas yang mencangkup :

1.
Penilaian kebutuhan pelatihan, yang tujuannya adalah mengumpulkan informasi untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya program pelatihan
2.
Pengembangan program pelatihan (development), bertujuan untuk merancang lingkungan pelatihan dan metode-metode pelatihan yang dibutuhkan guna mencapai tujuan pelatihan.
3.
Evaluasi program pelatihan (evaluation), mempunyai tujuan untuk menguji dan menilai apakah program-program pelatihan yang telah dijalani, secara efektif mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Siagan (2003:185-186) bahwa ada langkah-langkah atau tahap-tahap yang perlu ditempuh dalam pelatihan. Langkah-langkah tersebut, yaitu :

1.
Penentuan Kebutuhan

Analisis kebutuhan itu harus mampu mendiagnosa paling sedikit dua hal, yaitu masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan berbagai tantangan baru yang diperkirakan akan timbul di masa depan.
2.
Penentuan Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai itu dapat bersifat teknikal akan tetapi dapat pula menyangkut keperilakuan. Atau mungkin juga kedua-duanya. Berbagai sasaran harus dinyatakan sejelas dan sekongkret mungkin, baik bagi para pelatih maupun para peserta.
3.
Penetapan Isi Program

Sifat suatu program pelatihan ditentukan paling sedikit oleh dua faktor, yaitu hasil analisis penentuan kebutuhan dan sasaran yang hendak dicapai.
4.
Identifikasi Prinsip-prinsip Belajar

Prinsip belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar pada lima hal, yaitu partisipasi, repetisi, relevansi, pengalihan dan umpan balik.
5.
Pelaksanaan Program

Penyelenggaraan program pelatihan sangat situasional sifatnya. Artinya, dengan penekanan pada perhitungan kepentingan organisasi dan kebutuhan para peserta, penerapan prinsip-prinsip belajar tercermin pada penggunaan teknik-teknik tertentu dalam proses belajar mengajar.
6.
Penilaian Pelaksanaan Program

Pelaksanaan program pelatihan dapat dikatakan berhasil apabila dalam diri para peserta pelatihan tersebut terjadi suatu proses transformasi. Proses transformasi dapat dikatakan baik apabila terjadi dua hal, yaitu peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perubahan sikap perilaku yang tercermin dalam sikap, disiplin dan etos kerja.

L
Proses Pendidikan Dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan perilaku sasaran pendidikan dan pelatihan. Secara nyata perubahan perilaku itu berbentuk peningkatan mutu kemampuan dari sasaran pendidikan dan pelatihan.

Teori pendidikan dan pelatihan faktor yang mempengaruhi proses pendidikan dan pelatihan dibedakan menjadi dua yaitu perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware) (Soekidjo, 2003 : 31-32).

Perangkat lunak dalam proses pendidikan dan pelatihan ini mencangkup kurikulum, organisasi pendidikan dan pelatihan, peraturan-peraturan, metode belajar mengajar dan tenaga pengajar atau pelatih itu sendiri. Sedangkan perangkat keras yang juga besar pengaruhnya terhadap proses pendidikan dan pelatihan adalah fasilitas-fasilitas yang mencangkup gedung, buku-buku referensi, alat bantu pendidikan, dan sebagainya.

Pendekatan lain mengatakan bahwa faktor fasilitas, tenaga pengajar atau pelatih, alat bantu pendidikan dan pelatihan atau peraga, metode belajar mengajar itu digolongkan menjadi sumber daya yang terdiri dari 4M (man, maney, materiil, dan methods).

Sedangkan kurikulum itu merupakan faktor tersendiri yang sangat besar pengaruhnya terhadap proses pendidikan dan pelatihan. Di dalam manajemen sumber daya ( 4M/dimaksukkan dalam input, sehingga hanya ada 3 unsur, yakni input, proses dan output).

M.
Metode Pendidikan Dan Pelatihan

Metode pendidikan dan pelatihan merupakan suatu cara sistematis yang dapat memberikan deskripsi secara luas serta dapat mengkondisikan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan aspek Sumber Daya, Kurikulum, Input, Peserta, Diklat, Output, kognitif, afektif dan psikomotorik tenaga kerja atau pencari kerca atau calon wirausaha terhadap tugas dan pekerjaannya (Siswanto, 2003:214). Metode pendidikan dan pelatihan merupakan pendekatan terhadap cara penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.

Menurut Soekidjo (2003:37), pada garis besarnya dibedakan ada dua macam metode yang digunakan dalam pendidikan dan pelatihan pegawai, yaitu :

M.1.
Metode On The Job Site (di dalam pekerjaan)

Pelatihan ini berbentuk penugasan pegawai-pegawai baru pada pegawai yang telah berpengalaman (senior). Hal ini berarti pegawai baru, itu minta kepada para pegawai yang sudah berpengalaman untuk membimbing atau mengajarkan pekerjaan yang baik kepada para pegawai baru.

Menurut T. Hani Handoko (2000:112), metode “on-the-job site” merupakan metode latihan yang paling banyak digunakan. Latihan dengan menggunakan metode ini dilakukan di tempat kerja. Pegawai dilatih tentang pekerjaan baru dengan supervisi langsung seorang pelatih yang berpengalaman (biasanya pegawai lain). Metode latihan ini dirasa lebih ekonomis karena pegawai langsung dilibatkan pada pekerjaan, bukan hanya simulasi sehingga tidak memerlukan waktu khusus.

Metode-metode yang biasa digunakan dalam praktik adalah sebagai berikut :
1.
Pembekalan (Coaching)

Pimpinan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan rutin mereka. Pembekalan ini dianggap paling cocok karena memiliki keuntungan yang berupa interaksi antara pelatih dan peserta latihan.
2.
Rotasi Jabatan

Pemindahan pegawai melalui jabatan yang bermacam-macam dan berbeda-beda
3.
Penugasan Sementara

Di mana bawahan ditempatkan pada posisi manajemen tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan.
4.
Magang (Apprenticeship training)

Pegawai baru dimagangkan pada seorang yang ahli dalam bidang tertentu. Para magang bekerja dan berlatih di bawah pengawasan langsung ahli tersebut. Biasanya metode ini digunakan untuk jenis pekerjaan yang memerlukan skill tinggi.

Penyelenggaraan on the job Site mempunyai keuntungan dan kelemahan yang perlu mendapatkan perhatian dari organisasi. Menurut Moenir (1983:165-166), keuntungannya adalah :
1.
Biaya dapat ditekan serendah mungkin. Karena tidak perlu mengeluarkan biaya sewa tempat dan peralatan yang digunakan.
2.
Tidak diperlukan masa penyesuaian atau pengenalan terhadap pengajar, teman maupun lingkungan.
3.
Telah terjalin komunikasi yang baik antar peserta dan pengajar sehingga dapat dijamin adanya kelancaran program pelatihan.
Kelemahannya adalah :
1.
Tidak mudah memperoleh pengajar dari dalam karena adanya keterbatasan kemampuan atau waktu.
2.
Jumlah peserta harus memenuhi rasio yang menguntungkan.
3.
Sulitnya mengatur waktu belajar, artinya banyak hal-hal yang harus dipertimbangkan.

M.2.
Metode Off The Job Site ( di luar pekerjaan)
Pendidikan dan pelatihan dengan menggunakan metode ini berarti para pegawai sebagai peserta pendidikan dan pelatihan ke luar sementara dari kegiatan pekerjaannya. Metode ini mempunyai dua macam teknik, yaitu :

M.2.1.
Teknik Presentasi Informasi

Teknik Presentasi Informasi adalah menyajikan informasi, yang tujuannya mengintroduksikan pengetahuan, sikap dan keterampilan baru kepada para peserta. Harapan akhir dari proses pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta diadopsi oleh peserta pendidikan dan pelatihan di dalam pekerjaannya nanti. Yang termasuk teknik ini antara lain :

1
Ceramah biasa, di mana pengajar (pelatih) bertatap muka langsung dengan peserta. Peserta pendidikan dan pelatihan pasif mendengarkan.
2
Teknik diskusi, di mana informasi yang akan disajikan disusun di dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dibahas dan didiskusikan oleh para peserta aktif.
3
Diskusi Kelompok adalah suatu proses interaksi secara lisan mengenai tujuan tertentu yang di dalamnya melibatkan beberapa peserta dengan cara tatap muka, melalui tukar-menukar informasi atau pemecahan suatu masalah/persoalan.
4
Teknik pemodelan perilaku adalah salah satu cara mempelajari atau meniru tindakan (perilaku) dengan mengobservasi dan meniru model-model. Biasanya model- model perilaku yang harus diobservasi dan ditiru diproyeksikan dalam video tape.
5
Teknik magang ialah pengiriman karyawan dari suatu organisasi ke badan-badan atau organisasi yang lain yang dianggap lebih maju baik secara kelompok maupun perorangan. Mereka mempelajari teori-teori dan langsung mempraktikkan di bawah pengawasan, hal-hal baru, keterampilan baru yang harus mereka terapkan di dalam organisasi tersebut.
M.2.2
Teknik Simulasi

Simulasi adalah suatu penentuan karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia riil sedemikian rupa sehingga, para peserta dapat merealisasikan seperti keadaan sebenarnya. Dengan demikian, maka apabila peserta pendidikan dan pelatihan kembali ke tempat pekerjaan semula akan mampu melakukan pekerjaan yang disimulasikan tersebut. Metode-metode simulasi ini mencangkup :

1.
Simulator alat-alat, misalnya simulasi alat-alat suntik bagi pendidikan kedokteran atau perawat.

2.
Studi kasus (case study), di mana para peserta pendidikan dan pelatihan diberikan suatu kasus, kemudian dipelajari dan di diskusikan oleh peserta pendidikan dan pelatihan. Kasus atau masalah yang diberikan merupakan situasi yang membutuhkan keputusan dan tindakan yang sesuai. Oleh karena itu, studi kasus harus bisa membuat pikiran para peserta pendidikan dan pelatihan terpusat pada kondisi khusus yang sama dengan kondisi yang mungkin mereka alami.

3.
Permainan peranan (role playing). Dalam cara ini peserta diminta untuk memainkan peran, bagian-bagian dari karakter (watak) dalam kasus. Para peserta diminta untuk membayangkan diri sendiri tentang tindakan (peranan) tertentu yang diciptakan bagi mereka oleh pelatih. Metode permainan peran (role playing) dapat diartikan sebagai suatu metode pendidikan dan pelatihan dimana terlibat proses interaksi hubungan individu baik sebenarnya maupun tiruan yang diperankan secara spontan.

4.
Teknik di dalam keranjang (in basket). Metode ini dilakukan dengan memberikan bermacam-macam persoalan kepada para peserta. Dengan kata lain, peserta diberi suatu basket atau keranjang yang penuh dengan bermacam-macam persoalan yang diatasi. Kemudian peserta pendidikan dan pelatihan diminta untuk memecahkan masalah-masalah tersebut sesuai dengan teori dan pengalaman yang dipunyai mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasinya.
Seperti halnya penyelenggaraan on the job site, penyelenggaraan off the job site juga ada keuntungan dan kelemahannya. Menurut Moenir (1983:166-167), Keuntungannya adalah :
1
Tidak perlu secara masal dalam jumlah yang banyak (memenuhi rasio) karena sifatnya penitipan.
2.
Organisasi tidak disibukkan dengan pekerjaan tambahan dalam penyelenggaraan latihan tersebut.
3.
Peserta dapat memusatkan perhatian karena dapat melepaskan diri dari pekerjaan rutin.
4.
Peserta mempunyai pengetahuan yang relatif lebih luas, karena tidak terpaku pada lingkungan kerjanya sehari-hari dan dari segi lain dapat memperluas pergaulan yang sangat bermanfaat dalam hubungan pekerjaan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Kelemahannya adalah :
1.
Peserta adakalanya tidak dapat langsung menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari latihan.
2.
Biaya yang dikeluarkan relatif lebih besar dari biaya apabila latihan itu diselenggarakan sendiri oleh organisasi atau instansi.

N.
Kendala-kendala Pelaksanaan Pendidikan Dan Pelatihan

Dalam melaksanakan pengembangan pegawai, ada beberapa kendala-kendala yang harus dihadapi organisasi. Menurut Malayu
Hasibuan (2005:85-86) kendala-kendala pengembangan yang dapat menghambat pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, yaitu :

1,
Peserta
Peserta pengembangan mempunyai latar belakang yang tidak sama atau heterogen, seperti pendidikan dasarnya, pengalaman kerjanya dan usianya. Hal ini akan menyulitkan dan menghambat kelancaran dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan karena daya tangkap, persepsi dan daya nalar mereka terhadap pelajaran yang diberikan berbeda.

2.
Pelatih
Pelatih yang ahli dan cakap mentransfer pengetahuannya kepada peserta pendidikan dan pelatihan sulit didapat.

3.
Fasilitas Pengembangan
Fasilitas sarana dan prasarana pengembangan yang dibutuhkan untuk pendidikan dan pelatihan sangat kurang atau kurang baik. Hal ini akan menghambat pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pegawai.

4.
Kurikulum
Kurikulum yang diajarkan tidak sesuai atau menyimpang serta tidak sistematis untuk mendukung sasaran yang diinginkan oleh pekerjaan atau jabatan peserta.

5,
Dana Pengembangan
Dana yang tersedia untuk pengembangan sangat terbatas sehingga sering dilakukan secara paksa, bahkan pelatih maupun sarananya kurang memenuhi persyaratan yang dibutuhkan.

O.
Evaluasi Pendidikan Dan Pelatihan

Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kegiatan pendidikan dan pelatihan, terutama dalam keseluruhan kegiatan belajar mengajar (Siswanto, 2003:220). Berhasil tidaknya program kegiatan pendidikan dan pelatihan akan banyak bergantung pada kegiatan evaluasi yang dilakukan. Evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan sangat penting dilaksanakan. Sebab pada dasarnya implementasi program pendidikan dan pelatihan berfungsi sebagai proses transformasi. Para pegawai yang tidak terlatih diubah menjadi pegawai-pegawai yang berkemampuan. Untuk menilai program-program tersebut, bagian kepegawaian harus mengevaluasi kegiatan-kegiatan pendidikan dan pelatihan apakah mencapai hasil yang diinginkan atau tidak. Menurut Siswanto (2003:220-221), evaluasi dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan sebagai berikut :

1.
Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh peserta pendidikan dan pelatihan dalam suatu periode proses belajar mengajar tertentu.
2.
Untuk mengetahui posisi atau kedudukan peserta dalam kelompoknya
3.
Untuk mengetahui tingkat usaha yang telah dilakukan para peserta dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan.
4.
Untuk mengetahui efisiensi metode pendidikan dan pelatihan yang digunakan.

Menurut T. Hani Handoko (2000:119-120) secara ringkas evaluasi pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Kriteria Evaluasi
2.
Tes Pendahuluan (pretest).
3.
Para pegawai dilatih atau dikembangkan.
4.
Test Purna (post test).
5.
Transfer atau promosi.
6.
Tindak lanjut.

Menurut Soekidjo (2003:83-84), evaluasi dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.
Evaluasi Formatif

Evaluasi ini dilakukan di dalam proses pendidikan dan pelatihan yang sedang berlangsung. Evaluasi ini sangat diperlukan untuk mengadakan perbaikan proses belajar mangajar, termasuk kurikulum, metode mengajar dan sebagainya. Di samping itu, evaluasi formatif juga bertujuan untuk mendapatkan umpan balik guna penyempurnaan, perbaikan rancangan dan pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya.
2.
Evaluasi Sumatif

Evaluasi ini dilakukan pada akhir suatu proses pendidikan dan pelatihan atau proses belajar mengajar. Tujuan utama evaluasi sumatif adalah untuk menentukan pendapat tentang keseluruhan proses belajar mengajar yang sudah selesai.

Menurut Yakub (1993:201), menyatakan bahwa evaluasi harus mencangkup setiap elemen yang ada dalam program pendidikan dan pelatihan. Hal ini dapat dicapai semaksimal mungkin dengan cara mengevaluasi elemen-elemen dasar berikut :
1.
Program.
2.
Penyaji atau pengajar.
3.
Peserta pelatihan.
4.
Hasil-hasil pekerjaan.

































BAB III : METODE PENULISAN

A.
Lokasi Penelitian
Penulis melakukan penelitian pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Karawang, Jl.Suroto Kunto Karawang.  Balai Pelatihan Cepat tepat Jl. Dewisartika No 42 Karawang, Balai Pelatihan FMPPK. Jl/ Dewi Sartika No. 43 Nagasari Karawang.

B.
Sumber Dan Jenis Data
Menurut Webster’s New World Dictionary, data adalah things known or assumed, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap. Diketahui, artinya sesuatu yang sudah terjadi merupakan fakta (bukti) (Supranto, 2003:15). Selain itu, data juga dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan.

1.
Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 1998:114). Agar kegiatan penelitian dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan penulis, maka diperlukan data yang bersifat obyektif dan data harus relevan dengan judul yang diajukan penulis karena data ini sangat penting. Sumber data yang diperoleh penulis dari Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Kota Semarang.
2.
Jenis Data
2.a
Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya (Marzuki, 2002:55). Data primer yang diperoleh penulis adalah data mengenai Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Semarang. Penulis memperoleh data dari 22 Pegawai Negeri Sipil Badan Kepegawaian Daerah Kota Semarang.
2.b.
Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti (Marzuki, 2002:56). Data sekunder ini berasal dari tangan kedua, ketiga dan seterusnya, artinya satu atau lebih pihak yang bukan peneliti sendiri. Data sekunder ini dapat diperoleh melalui pustaka atau keterangan-keterangan. Data sekunder yang diperoleh penulis dalam penelitian ini adalah mengenai Sejarah Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Kota Semarang, Struktur Organisasi serta Penjabaran Tugas Dan Fungsi Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Kota Semarang.

C.
Populasi Dan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan subyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah Pencari Kerja yang pernah mengikuti Diklat pim IV dari tahun 1998 s/d 2004, yang bertugas di Badan Kepegawaian Daerah dengan jumlah 27 pegawai. Sampel merupakan bagian dari populasi yang menjadi sumber data dari penelitian. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah 22 Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Semarang.

D.
Operasional Konsep

Dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Melalui Pendidikan Dan Pelatihan Jabatan Bagi Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Semarang, dapat dioperasionalkan sebagai berikut :
1
Upaya Meningkatkan Kinerja Melalui Pendidikan Dan Pelatihan Jabatan Bagi Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Semarang, meliputi :

a.
Pengertian Tenaga Kerja

b.
Pengertian Pengangguran

c.
Prinsip-prinsip Pendidikan Dan Pelatihan, yang meliputi :

1.
Pengertian Pendidikan Dan Pelatihan.

2.
Tujuan Dan Manfaat Pendidikan Dan Pelatihan.

3.
Tahap-tahap Pendidikan Dan Pelatihan.

4.
Proses Pendidikan Dan Pelatihan.

5.
Metode Pendidikan Dan Pelatihan.

6.
Kendala-kendala Pelaksanaan Pendidikan Dan Pelatihan.

7.
Evaluasi Pendidikan Dan Pelatihan.
2.
Kendala-kendala yang dihadapi oleh Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Kota Semarang, dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan jabatan.

E.
Metode Pengumpulan Data

Dalam penyusunan Tugas Akhir, penulis melakukan pengumpulan data dengan 3 metode yaitu :
1.
Wawancara (interview)

Metode wawancara (interview) adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penelitian (Marzuki, 2002 : 62). Pada metode ini penulis mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Kasubid. Diklat Antar Lembaga yang berkaitan langsung dengan pendidikan dan pelatihan jabatan.
2.
Kuesioner

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 1998 : 140). Kuesioner yang digunakan oleh penulis dalam memperoleh data adalah kuesioner dalam bentuk checklist, dimana responden tinggal membubuhkan tanda check ( ) pada tempat yang telah disediakan. Dalam penelitian ini, penulis menyebar 22 kuesioner. Setiap soal disediakan 4 (empat) jawaban dengan skor masing-masing :

Jawaban A dengan skor 4
Jawaban B dengan skor 3
Jawaban C dengan skor 2
Jawaban D dengan skor 1

Semakin sesuai antara jawaban yang diberikan responden dengan jawaban yang diharapkan maka semakin tinggi skor/bobot yang diperoleh.
3.
Metode Pustaka

Metode pustaka merupakan metode pengumpulan data dengan mencari informasi melalui buku-buku, literatur dan lainnya. Metode ini penulis lakukan dengan cara membaca buku yang berkaitan dengan pengembangan pegawai.
4.
Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian tersebut atau mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah prasasti, legger, notulen, rapat agenda dan lain sebagainnya (Arikunto, 2002 : 206). Metode ini penulis gunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan Pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Semarang yang diperoleh dari Kasubid. Diklat Antar Lembaga.

F.
Metode Analisis Data

Dalam penulisan laporan ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif yaitu mengumpulkan data yang berisi uraian, paparan tentang suatu obyek sesuai dengan kriteria serta hal-hal yang diperlukan dalam pendataan dan penyajian. Metode analisis deskriptif bertujuan mengubah kumpulan data mentah menjadi yang mudah dipahami dalam bentuk informasi yang lebih ringkas (Istijanto, 2005:90).

Menurut Supranto (2003:403), metode ini dapat digunakan dengan menggunakan rumus : n % = x 100% N

Keterangan :
n = skor yang diperoleh
N = skor ideal
% = prosentase
Menurut Arikunto (1998:246), data yang sudah sampai ke prosentase lalu ditafsirkan dengan kalimat-kalimat yang bersifat kualitatif, dimana hasil persentase itu dapat digolongkan sebagai berikut :

1. 76% - 100% Baik
2. 56% - 75% Cukup baik
3. 40% - 55% Kurang baik
4. <40% Tidak baik

Penulis menggunakan metode analisis deskriptif ini dimaksudkan agar memperoleh gambaran dan data secara sistematis yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil sehingga penulis dapat mengolah dan menyajikan data yang sistematis, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian pada Dinas Tenaga Kerja
Program Ketenaga Kerjaan yang ada pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Karawang dalam menanggulangi pengangguran dan mempersiapkan tenaga kerja terampil dapat digambarkan sebagai berikut:
1.
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Karawang melakukan pencatatan secara rinci jumlah industri  dan kebutuhan tenaga kerja di Kabupaten Karawang.
2,
Dinas Tenaga Kerja melakukan pencatatan para pencari kerja yang masuk melalui Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Karawang.
3.
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Karawang membuat program pelatihan kerja untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan siap pakai melalui program keterampilan:
3,1
Keterampilan menjait;
3,2
Keterampilan mengelas;
3.3
Keterampilan perbengkelan (bongkar opasang mesin)
4.
Dinas tenaga Kerja Kabupaten Karawang, disamping mengadakan pelatihan untuk mempersiapkan pekerja terampil, juga membuat program lain bagi para pencari kerja yang tidak dapat tertampung pada sector formal, seperti :
4.1
Promgam padat karya yang tersebar di pedesaan;
4.2
Program keterampilan membuat kue bagi ibu rumah tangga;
4.3
Prohram kewirausahaan pada pemuda putus sekolah.

B.
Hasil Penelitian pada Lembaga DIKLAT Cepat Tepat
Sebagai bentuk partisipasi aktiv,dalam membangun Karawang,  terutama dalam mempersiapkan SumberDaya Manusia yang mandiri, Lembaga DIKLAT Cepat Tepat telah bertahun-tahun mengelenggarakan Pendidikan dan Latihan, terutama yang berkaitan dengan keterampilan (Skil), seperti Elektronik. Perbenkelan (bongkar pasang mesin) dan Keterampilan mengemudi. Lulusan Lembaga DIKLAT Cepat Tepat, sudah banyak yang membuka usaha sendiri bankan ada yang sudah mempunyai karyawan puluhan orang.

C,
Hasil Penelitian pada Lembaga DIKLAT FMPPK.
Lembaga DIKLAT Forum Masyarakat Peduli Pembangunan Karawang (FMPPK) merupakan Lembaga DIKLAT yang khusus mempersiapkan Sumber Daya Manusia untuk berwira usaha. Penekanan Pendidikan dan Latihan yang diberikan oleh lembaga tersebut adalah merubah orentasi para pencari kerja dan atau pengangguran, dari mencari kerja menjadi menciptakan lapangan pekerjaan untuk diri sendiri.

Para peserta DIKLAT diberi pengetahuan untuk mengenali potensi dirinya dan lingkungan tempat dia berada. Setelah peserta DIKLAT dapat melakukan analisa dasar, peserta diklat diberi keterampilan sesuai dengan potensi daerah (desa) masing-masing.

Hasil identifikasi masalah dari potensi daerah Kabupaten Karawang, maka peserta DIKLAT  dikelompokkan kepada:
1.
Kelompok Usaha Dagang
Kelompok usaha dagang diberi pengetahuan dan keterampilan tentang tata cara mendapatkan modal usaha, pencatatan modal usaha, pencatatan barang yang dijuan, pencatatan hasil usaha, pemisahan keuangan usaham orentasi usaha dan sebagainya.
2.
Kelompok Usaha Peternak Itik
Kelompok usaha peternak itik, diberi pengetahuan dan keterampilan tentang tata cara beternak itik, membuat pakan ternak  sendiri, membuat pembibitan, pencatatan usaha dan pengetahuan tetang pemasaran.
3.
Kelompok budidaya ikan Lele
Kelompok usaha budidaya ikan Lele, diberi pengetahuan dan keterampilan tentang tata cara budidaya ikan Lele, membuat pakan ternak  sendiri, membuat pembibitan,  pencatatan usaha  dan pengetahuan tetang pemasaran.
4.
Kelompok Usaha Peternak Domba
Kelompok usaha peternak domba, diberi pengetahuan dan keterampilan tentang tata cara beternak domba, memilih induk yang berkualitas, membuat pakan ternak  sendiri, pencatatan usaha dan pengetahuan tetang pemasaran.
Lulusan Lembaga DIKLAT FMPPK dari tahun 2007 sampai tahun 2010 sebanyak 300 orang, semuanya sudah membuka usaha sendir.

Dari gambaran diatas,  dan fakta penelitian dilapangan, dimana luklusan DIKLAT Kewirausahaan hamper 100% dapat membuka usaha sendiri, maka penyelenggaraan DIKLAT yang ditujukan untuk merubah orentasi pencari kerja menjadi pengusaham sangatlah penting.











BAB V. KESIMPULAN DAN PENUTUP

A.
KESIMPILAN

Banyaknya remaja putus sekolah dan lulusan sekolah yang tidak dibekali keterampilan disatu pihak, dipihak lain terbatasnya lapangan kerja sector formal, akan menimbulkan pengangguran yang semakin tahun semakin banyak, oleh sebab itu untuk menanggulangi hal dimaksud, pemerintah harus membuka lapangan kerja sector informal dan menciptakan jiwa wira usaha dikalangan para pencari kerja.

Tumbuhnya jiwa wira usaha, disamping pencari kerja dapat berusaha sendiri, juga dapat membuka lowongan kerja sector informal.

Jiwa wira usaha akan tumbuh dan berkembang dengan cara melalui Pendidikan dan Latihan Kewirausahaan. Melalui DIKLAT dimaksud peserta diajari secara teoritis dan praktis untuk menjalankan usaha sesuai peluang pasar dan potensi daerah yang tersedia.

B.
PENUTUP

Makalah yang berjudul UPAYA MENGURANGI  PENGANGGURAN MELALUI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEWIRA USAHAAN adalah rangkuman dari berbagai tulisan dan penelitian yang telah dilakukan oleh para penulis.

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu, kritikan, saran dan masukan terhadap makalah ini sangat saya perlukan.

Semoga segala upaya kita dalam ikut serta membangun bangsa ini melalui saran dan tulisan dapat bermanfaat dan bernilai ibadah,

Akhirnya hanya kepada Tuhan, Allah SWT kami berserah diri dan memohon pertyolongan.









DAFTAR PUSTAKA
1.
Djohanputro, (2006). Ekonomi Makro.
2.
Sukirno, Sadono. (1994). Pengantar Ekonomi Makro Edisi Ketiga. Jakarta:Rajawali Pers
3.
Suryana. (2000). Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan. Jakarta
4.
Dessler, Gary. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta
5.
Ivancevich, John, M, dkk. 2008. Perilaku dan Manajemen Organisasi, jilid 1 dan 2 Jakarta : Erlangga.
6.
Mangkunegara, Anwar Prabu., 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : Refika Aditama.
7.
Mathis R.L dan Jackson J.H, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: